Definisi
Adalah studi tentang ekonomi secara
keseluruhan. Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang memengaruhi banyak
rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat
digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target
kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja, dan
pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.
Permasalahan
Ekonomi Makro
Masalah
Kemiskinan dan Pemerataan
Pada akhir tahun 1996 jumlah penduduk
miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah penduduk miskin pada akhir
tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar 23,5% dari jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin
turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah
seluruh penduduk Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
Krisis Nilai
Tukar
Krisis mata uang yang telah mengguncang
Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian
Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar AS secara
tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada perekonomian
yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sector swasta. Pemerintah
menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk
menyelamatkan cadangan devisayang semakin menyusut. Pemerintah menerapkan
kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai
tukar yang mengambang terkendali.
Masalah Utang
Luar Negeri
Kebijakan nilai tukar yang mengambang
terkendali pada saat sebelum krisis ternyata menyimpan kekhawatiran. Depresiasi
penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS yang
relative tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri
tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat
krisis nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Pada
tahun1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan pada tahun 1998
melambung menjadi 152% dari PDB.
Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
Pertumbuhan
Ekonomi dan Pengangguran
Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi
tahun 2005-2006 tercermin dari anjloknya daya serap pertumbuhan ekonomi
terhadap angkatan kerja. Bila di masa lalu setiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu
menciptakan lapangan kerja hingga 240 ribu maka pada 2005-2006 setiap
pertumbuhan ekonomi hanya mampu menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja.
Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti meningkatnya penduduk miskin dan
tingkat pengangguran. Untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan,
pemerintah perlu menyelamatkan industry-industri padat karya dan perbaikan irigasi
bagi pertanian.
Masalah Inflasi
Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia
tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis
perbankan yang selama ini terjadi. Pada tahun 2004 tingkat inflasi Indonesia
pernah mencapai angka 10,5%. Ini terjadi karena harga barang-barang terus naik
sebagai akibat dari dorongan permintaan yang tinggi. Tingginya laju inflasi
tersebut jelas melebihi sasaran inflasi BI sehingga BI perlu melakukan
pengetatan di bidang moneter. Pengetatan moneter tidak dapat dilakukan secara
drastic dan berlebihan karena akan mengancam kelangsungan proses penyehatan
perbankan dan program restrukturisasi perusahaan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar